Selasa, 12 Mei 2015

Pasal 27 dan 28

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 1999
TENTANG
TELEKOMUNIKASI

I. Profile Kasus Temasek Holdings Pte. Ltd.

Pada kisaran bulan April Tahun 2007, terjadi sebuah kasus yang cukup memberikan pengaruh pada dunia telekomunikasi di Indonesia khususnya pengguna jasa telepon seluler. Sebuah perusahaan Holding Company berasal dari Singapura yaitu Temasek Holdings Pte. Ltd. yang mengelola dana investasi sebesar US$ 108 Miliar atau sekitar Seribu triliun rupiah diduga melakukan struktur kepemilikan silang atas saham dua perusahaan jasa seluler Indonesia yaitu Telkomsel dan Indosat. Dugaan tersebut telah berlangsung mulai dari tahun 2002 dan baru diangkat ke sidang Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada tahun 2006. Adapun pihak-pihak yang menjadi terlapor dalam kasus dugaan pelanggaran tersebut adalah :
1. Temasek Holdings Pte. Ltd.
2. Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd.
3. STT Communications Ltd.
4. Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd.
5. Asia Mobile Holdings Pte. Ltd.
6. Indonesia Communications Limited.
7. Indonesia Communications Pte. Ltd.
8. Singapore Telecommunications Ltd.
9. Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd.
10. PT. Telekomunikasi Selular.

II. Tuduhan Pelanggaran UU No 5 Tahun 1999 oleh Temasek Holdings Pte Ltd

Adapun dugaan pelanggaran yang dituduhkan oleh KPPU adalah sebagai berikut :
1. Temasek Holdings Pte. Ltd. memiliki saham mayoritas pada dua perusahaan yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, sehingga melanggar pasal 27 huruf a UU No 5 Tahun 1999 yang menentukan bahwa :
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan:
a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

2. PT Telekomunikasi Selular (selanjutnya disebut Telkomsel) mempertahankan tarif seluler yang tinggi, sehingga melanggar pasal 17 ayat (1) UU No 5 Tahun 1999 yang menentukan bahwa :
1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau
b. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
c. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
3. Telkomsel menyalahgunakan posisi dominannya untuk membatasi pasar dan pengembangan teknologi sehingga melanggar pasal 25 ayat (1) huruf b UU No 5 Tahun 1999 yang menentukan bahwa :
1) Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk:
a. menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas; atau
b. membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau
c. menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.


Tuduhan Pertama : Kepemilikan Silang dan Saham Mayoritas

Bukti tuduhan terhadap Temasek dimuat dalam point ke 46 pada bagian dugaan pelanggaran dalam Putusan KPPU. Berdasarkan fakta yang diperoleh, Temasek melalui anak perusahaannya memiliki 35% saham dengan hak suara di Telkomsel, hak untuk menominasikan direksi dan komisaris, dan kewenangan untuk menentukan arah kebijakan perusahaan terutamadalam hal persetujuan anggaran melalui Capex Committee dan kemampuan untukmemveto putusan RUPS (negative control) dalam hal perubahan Anggaran Dasar, buy back saham perusahaan, penggabungan, peleburan, pengambilalihan,pembubaran dan likuidasi perusahaan.
Hal yang sama terjadi juga pada Indosat, Temasek memiliki sekitar 41,94% saham dengan hak suara di Indosat, hak untuk menominasikan direksi dan komisaris dan kewenangan untuk menentukan arah kebijakan perusahaan Indosat. Pemegang saham lainnya adalah Pemerintah RI sebesar 15% dan publik sebesar 43,06%. Saham publik diperdagangkan di pasar modal Indonesia dan Amerika Serikat yang berubah-ubah terus kepemilikannya dan secara keseluruhan hampir tidak mungkin untuk bertindak secara bersama-sama. Oleh karena itu Temasek merupakan pengendali aktif (positive control) di Indosat; pada akhir kesimpulannya bahwa KPPU menganggap Temasek melalui anak-anak perusahaannya memiliki kendali pada Telkomsel dan Indosat.
Dasar tuduhan kepada Temasek telah melakukan kepemilikan silang sehingga melanggar UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah dengan adanya kepemilikan silang yang dituduhkan oleh KPPU atau masalah cross-ownership. Cross-ownership selain memiliki dampak langsung terhadap perubahan struktur kepemilikan suatu perusahaan juga akan memberikan dampak perubahan struktur industri dimana perusahaan itu berada. Untuk mengukur apakah cross-ownership yang sedang diteliti memberikan dampak buruk terhadap persaingan, otoritas kompetisi lazimnya memperhatikan perubahan tingkat konsentrasi industri sebelum dan sesudah cross-ownership terjadi. Apabila tingkat struktur industri setelah cross-ownership semakin terkonsentrasi maka hal tersebut memberikan indikasi bahwa cross-ownership yang dilakukan berdampak buruk terhadap persaingan.
Hal tersebut didasarkan bahwa peningkatan tingkat konsentrasi suatu industri dapat menjadi indikasi peningkatan market power pelaku usaha dalam industri tersebut. Peningkatan market power memberikan keleluasaan bagi pelaku usaha untuk menetapkan harga (price maker) Ada tidaknya penggunaan market power yang dimiliki oleh pelaku usaha, dapat diindikasikan dengan:
1. Tingginya harga jual produk;
2. Relatif dengan produk subsitusi;
3. Relatif dengan biaya produksi;
4. Tingginya margin keuntungan pelaku usaha di pasar bersangkutan;
Dampak akhir dari cross-ownership yang berdampak buruk terhadap persaingan adalah adanya nilai kerugian konsumen atau disebut consumer loss. Consumer loss muncul sebagai akibat dari tingginya harga jual produk dibandingkan dari yang seharusnya dapat dijangkau lebih murah atau kuantitas output di pasaran yang jumlahnya lebih rendah dari yang seharusnya konsumen dapatkan.
Pernyataan utama KPPU menentang terjadinya kepemilikan silang diatas adalah bahwa jika tidak terdapat kepemilikan silang di Indosat dan Telkomsel maka akan menimbulkan kompetisi yang lebih baik.

Tuduhan Kedua : Kepemimpinan Harga (Price leadership) oleh Telkomsel Sehingga Menyebabkan Pemasangan Tarif yang Tinggi

KPPU berpendapat bahwa kepemilikan silang Temasek terhadap Indosat dan Telkomsel telah berpengaruh negatif terhadap kondisi persaingan di pasar relevan. Sehubungan dengan hal ini, KPPU mengklaim sejumlah hal yang pada pokoknya sebagai berikut:
a. Klaim bahwa pasar relevan itu terkonsentrasi tinggi dan terus bertambah dalam beberapa waktu terakhir.
b. Variasi dari klaim mengenai kinerja keuangan Telkomsel yang baik.
c. Klaim bahwa kinerja Indosat tidak baik sejak akuisis saham oleh ICL/ICPL.
d. Klaim yang menyatakan bahwa Telkomsel telah menyebabkan buruknya kinerja Indosat.
e. Klaim bahwa pasar dikarakteristikan dengan dilakukannya price leadership oleh Telkomsel.
f. Klaim bahwa tarif Telkomsel itu berlebihan.
g. Klaim bahwa ketiadaan dugaan “kepemilikan silang”, maka situasi persaingan didalam pasar akan lebih baik.
Selanjutnya KPPU juga menganggap bahwa PT Telkomsel Seluler selaku anak perusahaan Temasek Holdings Pte Ltd telah melakukan praktek oligopoli dimana ada yang disebut dengan Kepemimpinan Harga (Price Leadership). Menurut KPPU, ketika suatu pelaku pasar memiliki posisi yang sangat dominan terhadap pasar secara relatif terhadap kompetitornya, pelaku pasar yang bersangkutan dapat, secara sepihak (unilateraly), menentukan harga pasar tanpa mengindahkan harga yang diberikan oleh kompetitornya. Pada industri yang bersifat oligopoly yang terdapat pemain dominan (dominant player) didalamnya, maka cross-ownership yang terjadi pada dominant player industri tersebut tidak hanya akan berdampak pada peningkatkan konsentrasi dominant player tersebut saja. Peningkatan konsentrasi tersebut memberikan ruang peningkatan market power.
Tingginya market power dominant player relatif terhadap para pesaingnya, memudahkan dominant player menentukan output dan harga tanpa terpengaruh keputusan pesaing. Keputusan dominant player untuk menetapkan tarif tinggi sebagai bentuk penggunaan market power secara optimum akan menjadi pelindung dan insentif bagi pesaing-pesaingnya untuk turut menikmati tarif tinggi. Fenomena tersebut adalah bentuk dari munculnya price leadership.
Kehadiran price leadership dalam suatu industri menyebabkan pilihan konsumen untuk menikmati harga yang lebih murah menjadi terhambat. Indikasi terjadinya price leadership adalah adanya pola perubahan tarif antar operator yang relatif seragam, tingginya harga produk, serta tingginya margin keuntungan antar pelaku usaha;
Alasan KPPU dalam membrikan anggapan demikian adalah bahwa :
a. Telkomsel memiliki :
(i) Pangsa pasar yang terbesar dalam pasar terkait sejak 2001;
(ii) Jaringan BTS yang paling luas; dan
(iii) Pendapatan rata-rata terbesar diantara Indosat, Excelcomindo dan
Telkomsel untuk periode 2001-2006.
b. Perbandingan harga antara Telkomsel, Indosat dan Excelcomindo dan analisa pola tarif, keduanya memperlihatkan adanya paralel harga (price-parallelism). Khususnya, Indosat dan Excelcomindo mengikuti perubahan harga yang ditetapkan Telkomsel dalam pasar pasca bayar.
c. Untuk itu Telkomsel merupakan pemimpin harga dimana Indosat dan Excelcomindo tidak memiliki kemampuan untuk berkompetisi dibidang harga. Secara efektif, terdapat kolusi diam-diam diantara ketiga operator yang efeknya serupa dengan kartel yang mendominasi pasar.

Tuduhan Ketiga : Penyalahgunaan Posisi Dominan.

Bila dikaitkan dengan industri seluler Indonesia, Telkomsel merupakan first mover dalam industri ini, karena merupakan pemain yang paling lama, memiliki posisi dominan, dan pembangunan infrastruktur yang paling luas. Hal ini diperjelas dengan data perbandingan jumlah BTS seluler, dimana Telkomsel memiliki BTS yang paling tinggi, jauh diatas pesaingnya. Adanya jangka waktu lama upaya new entrant tersebut akan membuat first mover memiliki posisi dominan dengan market power yang mudah digunakan untuk mengakumulasi monopolis profit. Telkomsel juga dianggap memperlambat pembangunan BTS milik Indosat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa cross-ownership yang terjadi pada industri jasa seluler semakin menjauhkan industri tersebut sehat dan kompetitif karena melemahkan persaingan Indosat sebagai closest rival terhadap Telkomsel sebagai dominan player.

Pembelaan Pertama : Temasek Tidak Memiliki Saham Mayoritas
Arah dari tuduhan pertama adalah bahwa Temasek memiliki “saham mayoritas” dalam dua penyedia jasa telekomunikasi di Indonesia melalui anak-anak perusahaannya adalah tidak benar.
KPPU Mencampuradukkan istilah Pemegang Saham “Minoritas” Dan “Mayoritas”. Pengertian yang sebenarnya dari “saham mayoritas” adalah kepemilikan lebih dari 50% saham dalam suatu perusahaan. Secara umum, kata-kata ‘mayoritas’ dan ‘minoritas’ adalah eksklusif. Hanya satu orang yang dapat memegang kepemilikan saham mayoritas. Dalam Undang-undang 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (“Undang-Undang BUMN”) dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang pasar modal, keduanya mendefinisikan istilah pemegang saham mayoritas dan keduanya menjadi panduan terbaik dalam menentukan definisi dari istilah tersebut dalam konteks tersebut.
Penjelasan dari Pasal 15 ayat (2) dari Undang-undang Nomor 8Tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan “pemegang saham mayoritas” adalah: “mayoritas saham adalah pemegang saham yang memiliki lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal yang ditempatkan dan disetor perusahaan.”
Pasal 1 butir 1 dari Undang-Undang BUMN menyebutkan sebagai berikut: “1. Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan..”
Meskipun seseorang melekatkan definisi “pemegang saham mayoritas” pada hak suara dan bukan pada jumlah saham, harus dicatat bahwa STT (anak perusahaan Temasek) tetap tidak memegang mayoritas baik atas hak suara maupun jumlah saham di Indosat. Jadi definisi apapun yang digunakan, STT tetap di bawah jumlah 50%. STT hanyalah pemegang saham tidak langsung dan tidak memiliki hak suara apapun dalam Indosat.
Terdapat fakta yang diabaikan bahwa kata-kata yang digunakan dalam Pasal 27 tidak melarang seorang pemegang saham untuk belakukan tingkat “penguasaan” yang dimilikinya. Pasal menyebutkan kepemilikan mayoritas. Bahkan pada saat pembuat undang-undang hendak merujuk pada hal pengendalian, pembuat undang-undang telah melakukannya dengan bahasa yang lugas, sebagai contoh dalam Pasal 17 dan 18 dari UU Anti Monopoli.
Dalam sudut pandang Telkomsel, Singtel Mobile hanyalah pemegang saham minoritas yang berhak menunjuk 2 dari 6 anggota Dewan Komisaris Telkomsel, sisanya ditunjuk oleh Telkom. Walaupun saat ini hanya terdapat 5 Komisaris, Telkom tetap berhak untuk menunjuk Komisaris ke-6. Serupa dengan hal tersebut, Singtel Mobile hanya berhak menunjuk 2 dari 5 anggota Dewan Direksi Telkomsel. Lagi-lagi, Telkom merupakan pihak yang berhak menunjuk sisanya. Seluruh keputusan-keputusan dewan pengurus Telkomsel harus dibuat dengan persetujuan mayoritas suara, tidak mungkin Temasek, baik sendiri maupun melalui anak-anak perusahaannya (Terlapor 2 s/d 9), melakukan kendali/kontrol terhadap Telkomsel.


Pembelaan Kedua : Kepemimpinan Harga dalam menerapkan tarif tinggi

Baik Temasek atau SingTel atau ST Mobile tidak mengawasi atau mempengaruhi kebijakan-kebijakan dan keputusan-keputusan Telkomsel atas pengadaan atau tarif.
Baik Temasek atau SingTel atau ST Mobile tidak memainkan peranan dalam proses pengadaan Telkomsel. Pengadaan diurus oleh Departemen Perencanaan dan pengembangan, yang dikepalai oleh anggota yang dicalonkan Telkom.
Temasek memahami bahwa KPPU telah menyimpulkan dalam laporannya bahwa Telkomsel tidak terikat dalam pengadaan patungan dengan suatu perusahaan yang merupakan afiliasi dengan SingTel tetapi membagi informasi dengan perusahaan-perusahaan tersebut. KPPU tidak menuduh bahwa pembagian informasi yang terjadi tidak sah atau tidak tepat dengan cara apa pun. Dalam suatu hal, dan karena pertanyaan-pertanyaan tentang pengadaan dan pengadaaan patungan mengambil waktu terlampau banyak selama Pemeriksaan atas SingTeln pada tanggal 23 Juli 2007, NERA telah menyampaikan masalah pengadaan patungan tersebut dan menyimpulkan bahwa pengadaan patungan tersebut dilakukan untuk memperoleh diskon atas dasar volume secara bersaing dengan ketentuan masukan-masukan dalam proses produksi tidak anti kompetitif.
Sebaliknya, diskon atas dasar volume merupakan aspek yang biasa dan sehat atas proses bersaing yang juga memajukan kesejahteraan pelanggan.
Baik Temasek maupun SingTel atau ST Mobile tidak mempengaruhi atas keputusankeputusan Telkomsel atas tafif.
Selanjutnya baik Temasek ataupun SingTel atau ST Mobile tidak berada dalam suatu posisi dan tidak satu pun dari mereka sebenarnya mempengaruhi kebijakan atau keputusan Telkomsel tentang tarif. Kami memahami bahwa KPPU menerima bahwa tarif telekomunikasi seluler sepenuhnya dilimpahkan kepada para operator berdasarkan pokok formula dan struktur tarif yang ditetapkan pemerintah sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 28 Undang-Undang No.36 tahun 1999.. Menurut Pasal 28 Undang-Undang No.36/1999 mengenai tarif untuk jaringan kerja telekomunikasi dan jasa telekomunikasi harus ditentukan oleh jaringan kerja (“Undang-Undang Telekomunikasi”) dan para operator jasa dengan mengacu pada formula yang ditentukan Pemerintah. Pemerintah mengatur industri telekomunikasi melalui Departemen Perhubungan (“MOC”) dan selanjutnya Departemen Perhubungan dan Informatika (“MOCI”). KPPU juga menerima bahwa para operator telekomunikasi seluler saat ini memenuhi peraturan-peraturan dalam menentukan tarif yang menetapkan harga plafon yang berlaku di Indonesia. Keduanya adalah bagian dari pengaturan sebelum Undang-Undang No.36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi 70 mulai berlaku.
Dalam batasan formula sempit yang diharuskan untuk tarif yang ditetapkan Pemerintah, tarif ditentukan oleh Dewan Direksi di mana baik Temasek, ataupun SingTel atau ST Mobile tidak mempunyai suara terbanyak. Ini dikonfirmasikan oleh perwakilan ST Mobile, Tuan Sean Slattery, selama Pemeriksaan atas ST Mobile pada tanggal 23 Juli 2007 dan juga perwakilan Telkomsel selama Pemeriksaan Telkomsel pada tanggal 13 Juli 2007 sebagaimana tercantum di bawah ini.
Pemeriksaan ST Mobile. KPPU: Ada kecenderungan ketika mengkaji secar ekonomis tarif Telkomsel menjadi Leader dalam industri. Telkomsel memasang tarif tinggi, apakah ini diketahui SingTel Mobile? Jawaban: Tarif ditentukan Direksi Telkomsel, SingTel Mobile tidak terlibat. Tidak seorang pun dari SingTel telah memberikan saran atau usulan kepada siapapun di Telkomsel, termasuk pihak yang ditunjuk ST Mobile dalam Dewan Komisaris atau Dewan Direksi Telkomsel, yang berkaitan dengan tarif atau penetapan harga (pricing). Selanjutnya, mayoritas Dewan Direksi pada Telkomsel diangkat oleh mayoritas pemegang saham, yakni PT Telkom. Oleh karena itu, jika ada pihak memiliki kedudukan untuk mempengaruhi secara material terhadap tarif Telkomsel, maka pihak tersebut adalah PT Telkom dan bukan Temasek, SingTel atau ST Mobile. Tidak ada saran yang mengusulkan bahwa Temasek, SingTel atau ST Mobile kenyataannya memiliki pengaruh material terhadap kebijakan Telkomsel tentang tarif.

pendapat saya:

KPPU harus membuktikan tuduhan - tuduhan nya bahwa STT telah nyata-nyata mempergunakan kepemilikannya untuk mengurangi tingkat persaingan di pasar. Kepemilikan mayoritas saja bukanlah pelanggaran terhadap undang-undang.
KPPU harus membuktikan adanya penyalahgunaan dari posisi dominan. KPPU harus juga membuktikan hubungan sebab akibat antara kepemilikan saham STT dan tuduhan pengurangan persaingan. Hanyalah penyalahgunaan posisi yang merupakan pelanggaran. Dinyatakan bahwa KPPU belum dapat melakukan pembuktian dalam hal ini.

referensi :